Wednesday, February 14, 2007

Pemkot Bandung Segera Revisi Perda No. 20/2002

BANDUNG, (PR).-Pemerintah Kota Bandung segera merevisi Peraturan Daerah Kota Bandung No. 20/2002 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Bandung. Rencananya, penyusunan draf revisi akan dimulai 12 Februari. Sehingga, diharapkan, awal Maret sudah memasuki tahap pembahasan secara intensif. “Perda ini sudah berlaku selama hampir lima tahun. Selain itu, acuan yang digunakan dalam Perda tersebut, yaitu UU Sisdiknas 1989 sudah tidak berlaku,” kata Wakadisdik Kota Bandung, Evi S. Shaleha, di SMAN 8 Bandung, Jln. Solontongan. Evi tidak menyangkal, jika seharusnya revisi sudah dilakukan 2006 lalu. Namun, dengan alasan menunggu revisi Peraturan Pemerintah (PP) guru, revisi tersebut terpaksa ditangguhkan. “Persoalannya, ketika menuju ke sana, banyak pertimbangan yang harus dilakukan di lapangan,” katanya. Menyikapi revisi tersebut, ia mengimbau kalangan pendidikan untuk bersikap proaktif memberikan masukan, baik mengenai poin-poin yang harus direvisi, ditambahkan, atau disempurnakan. “Kami harap, masukan diberikan secara tertulis dalam kurun waktu 12-28 Februari. Masukan bisa diberikan oleh perseorangan tau kelompok,” ujarnya. Sambil menunggu masukan dari pihak di luar, Dinas Pendidikan (Disdik) terus melakukan proses penyusunan draf perbaikan yang berlangsung secara simultan dengan masukan yang diberikan. Namun, lanjut Evi, jika hingga 28 Februari Disdik Kota Bandung tidak menerima masukan, maka dianggap tidak perlu ada yang diperbaiki atau ditambahkan pada draf hasil penyusunan tim dari Disdik. “Itu artinya, tidak boleh lagi ada kasak-kusuk di luar, karena Disdik telah memberikan kesempatan untuk memberikan masukan dalam kurun waktu 14 hari,” tuturnya. Harus penuhi Sementara itu, Koordinator Koalisi Pendidikan Kota Bandung (KPKB), Iwan Hermawan yang dihubungi Rabu (7/2) malam menyebutkan, ada empat hal yang harus dipenuhi dalam revisi Perda No. 20/ 2002. Keempat hal itu menyangkut tenaga kependidikan, anggaran pendidikan, pengelolaan pendidikan, serta sarana dan prasarana. “Jika ingin meningkatkan mutu pendidikan, keempat hal tersebut harus diatur dengan baik dan diakomodasikan dalam revisi Perda. Hal itu akan berimplikasi langsung pada peningkatan kualitas faktor pendidikan kelima, yaitu kurikulum,” ujarnya. Dikatakan Iwan, revisi Perda No. 20/2002 merupakan salah satu usulan KPKB yang disampaikan pada seminar refleksi pendidikan 2006. Karena itu, KPKB menyambut baik rencana Disdik Kota Bandung untuk memulai langkah menuju revisi. “Ada banyak persoalan yang perlu disempurnakan dari Perda No. 20/2002 itu. Banyak aturan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan, terutama karena Perda ini dibuat sebelum adanya UU No. 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terlebih dengan munculnya PP No. 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional dan UU Guru,” tuturnya. Anggaran pendidikan, menjadi masalah yang ditekankan Iwan, untuk diakomodasikan dalam revisi Perda No. 20/2002. Menurut dia, salah satu isi revisi perda harus mengatur tentang standardisasi biaya pendidikan. Selain untuk menanggulangi disparitas antarsekolah, standardisasi ini juga perlu untuk memantau kualitas pendidikan di Kota Bandung. “Perda sebaiknya menyertaka poin yang mengatur tentang jumlah biaya yang harus dikeluarkan masyarakat dan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Hal itu untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan alokasi dana, seperti yang marak terjadi saat ini,” tuturnya. Yang terjadi sekarang, lanjut Iwan, 90% pendidikan menengah dari masyarakat. Namun, dari jumlah tersebut, hampir 70% digunakan untuk biaya administrasi pendidikan. “Sisanya, baru benar-benar dialokasikan untuk kepentingan anak-anak. Akibatnya, biaya pendidikan yang mahal tidak sebanding dengan kualitas yang dihasilkan,” ujarnya menegaskan. (A-150) harian PR-Edisi Cetak - Jumat, 09 Februari 2007

Friday, February 9, 2007

notulensi:catatan evaluasi kegiatan akhir tahun

Notulensi Pertemuan Jumat, 12 Januari 2007
Catatan-catatan pokok hasil evaluasi 1. Miss informasi Ada miss informasi sehingga audiensi dengan DPRD agak “kacau”. Satu hari sebelum pelaksanaan, beredar informasi via SMS bahwa agenda audiensi denga DPRD tidak jadi. Kita hanya akan mengirimkan dokumen tapi kenyataan DPRD menunggu kita untuk audiensi. Akibatnya tidak optimal. Dalam rencana, ditargetkan ada 30 orang yang hadir dalam audiensi, kenyataan hanya 8 orang. Miss informasi ini terjadi karena kita mau mengikuti prosedur formal, kita mau tertib prosedur administrasi. Kita sudah kirimkan surat ke DPRD, bahkan telepon dan SMS kepada Ketua Komisi D namun tidak ada jawaban. Karena itu kita simpulkan tidak jadi. Sedangkan dari pihak walikota informasinya jelas. Ada pemberitahuan kembali dari ajudan bahwa walikota baru bersedia menerima kita setelah tanggal 18 Januari. Sebaiknya kalau ke DPRD kita harus selalu siap karena mereka cenderung tidak menggunakan jalur formal. Kalau kita menunggu balasan dari DPRD untuk menyepakati jadwal audiensi, pasti akan selalu tertunda. Dulu juga kita tidak pernah menggunakan jalur formal tersebut. Biasanya surat yang kita kirimkan berisi pemberitahuan bahwa tanggal sekian, kami koalisi akan datang untuk dialog atau audiensi. Mekanisme ini kelihatannya lebih bisa digunakan. 2. Konsistensi pada jadwal Dalam rencana kita sudah sepakati bahwa kalaupun pihak walikota dan DPRD tidak bias menerima kita pada tanggal 8 Januari, kita akan tetap berkumpul di IM jam 11.00 WIB untuk gelar konferensi pers. Tidak ada kontak dari secretariat sehingga ada beberapa teman yang tetap datang ke IM pagi pukul 09.00. Ke depan, kita usahakan agar koordinasi mengenai jadwal pelaksanaan kegiatan berjalan baik sehingga kita lebih tepat sesuai jadwal yang kita sepakati bersama. 3. Tanggapan DPRD DPRD menyambut baik inisiatif kita membuat catatan akhir tahun pendidikan. Bagi mereka ini masukan konkrit dari masyarakat. Walaupun Kusmeini mengatakan, soal alokasi anggaran 20% untuk pendidikan sebaiknya jangan terlalu diutak-atik. “…yang penting kita lihat, apakah setiap tahun ada peneingkatan alokasi anggaran untuk pendidikan”. 4. Format kesepahaman/kesepakatan Setelah audiensi dengan DPRD maupun dialog dengan Disdik dan DPKB, ada satu hal yang tidak terlaksana. Kita telah merencanakan agar masing-masing pihak pengambil kebijakan tersebut mau menandatangani semacam nota kesepahaman. Awalnya kita mau mendesakkan itu sebagai kontrak politik tapi kalau kontrak politik terlalu keras. Bisa-bisa kita dianggap sepakat dengan walikota kalau ada tandatangan koordinator dan walikota di satu lembar kesepahaman. Mungkin kita perlu merumuskan kembali nota kesepahaman itu. Lebih tepat adalah kontrak social atau kontrak politik yang kita “tuntutkan” kepada pejabat publik. Ini bentuk kontrol dari masyarakat. Memang ketika kita bicara tentang “kontrak politik” kesannya jadi politis. Padahal kita berharap ada “pintu “ yang mudah kita pakai untuk ketemu walikota. Takutnya sekali kita ketemu walikota dan langsung keras, “penghubung” ke walikota tidak berani membuka pintu itu lagi untuk kita. Walau kita harus pikirkan akses lain ke walikota karena kita harus bisa mempengaruhi proses dan penentuan kebijakan pendidikan. Itu baru kita anggap ada hasil dari advokasi pendidikan yang kita kerjakan sekarang. 5. Fokus Kerja Kita sudah sepakat bahwa selama tahun 2007 kita akan focus pada tiga hal yaitu kebijakan pendidikan, pembiayaan pendidikan dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Untuk tiga prioritas ini sudah ada koordinator pokja (kelompok kerja). Kita harapkan mulai minggu depan, pertemuan tim inti sudah mulai berjalan agar kerja-kerja kita makin terarah. 6. Pengelolaan dokumen Untuk mendukung kerja kita maka dokumentasi proses menjadi penting. Selama ini notulensi-notulensi pertemuan jarang kita miliki. Baik pertemuan dengan dinas maupun dewan. Kalau saja dokumentasi itu ada, kita bisa mengunakan bahasa-bahasa yang mereka ungkapkan dalam pertemuan-pertemuan itu menuntut. Hal ini bisa dilakukan karena dalam konsep kebijakan publik, pernyataan lisan seorang pejabat publik sudah merupakan kebijakan. Kalau kita punya rekaman atau notulensi yang bagus, kita bisa tunjukkan sebagai dasar kita mengajukan tuntutan karena menagih janjai yang diucapkan para pejabat. Oleh karena itu, secretariat kita harapkan bekerja kera s untuk mencari dan mengumpulkan dokumen-dokumen kegiatan koalisi mulai dari rekaman, notulensi pertemuan maupun kliping media. 7. Gagasan untuk bersinergi Dalam dialog dengan Disdik dan DPKB terungkap bahwa pemerintah mau bersinergi dengan kita. Ungkapan ini harus kita”tangkap”. Konsep bersinergi itu seperti apa? Sekarang sudah saatnya “kita bergerak” untuk membangun sinergitas itu. Kalau mereka tidak mau, kita bisa mendesakkan karena ada pernyataan Kadisdik yang kita catat. 8. Tawaran Media Setelah kita memberikan penghargaan kepada media, ada beberapa tawaran. Bandung TV meminta FORTUSIS dan FAGI untuk jadi narasumber dalam topik pers. Sementara Radar Bandung meminta koalisi mengisi kolom pendidikan. Untuk menindaklanjuti tawaran Radar Bandung maka kita perlu buat format kolom pendidikan versi koalisi kemudian kita ajukan ke Pimpinan Umum/Redaksi Radar Bandung. Oleh karena itu perlu ada tim yang mengatur ini. Kesepakatan: 1. Sekretariat (SANGGAR) menjadi home untuk pengelolan kolom yang ditawarkan oleh Radar Bandung. 2. Kawan CEMPOR ( Triyono) akan menghubungi Pihak Radar untuk memastikan waktu pertemuan dengan tim koalisis. Kita agendakan pertemuan dengan Radar, pada hari Rabu/17 Januari 2007 pukul 15.00 WIB di IM. *** Persiapan untuk Dialog dengan Walikota Kita perlu bicarakan, apa saja targetan yang kongkrit dialog dengan walikota ? Kalau bisa kita membuat format yang jelas. Isu harus lebih menohok walau tidak terlalu mempreasure walikota dalam satu isu saja. Dengan satu isu mungkin kita bisa lebih fokus dan lebih berhasil. Bagaimana kalau pertemuan dengan walikota hanya sebagai amunisi bagi kita saja. Selain itu kita juga perlu upayakan agar ada kontuinitas pertemuan dengan walikota.Jangan sampai ada kesepakatan tetapi selanjutnya kita sulit lagi untuk berdialog dengan walikota. Fokus kita sekarang dengan walikota adalah kebijakkan pendidikan. Hal itu yang ditunggu-tunggu masayarakat. Kita minta agar walikota berani mengambil tindakan tegas atas berbagai pelanggaran kebijakan yang sudah ditetapkan. Msalnya ada kepala sekolah yang melanggar SK PSB (dulu), kalau walikota tidak mengambil tindakan maka kita katakan ”dia” walikota bohong-bohongan. Kita mendoromg agar ada penegakan hukum karena di sisi lain akan menjaga wibawa pemerintah juga. Mengenai format kesepaktan dengan walikota, perlu kita pikirkan bersama. Jangan sampai jadi klaim politik bahwa kita mendukung walikota. Ini perlu kita waspadai, jangan sampai dijual atau dijadikan media kampanye. Bagaimanapun juga, catatan akhir kita sudah sampai ke walikota. Lain kalau dari bagian umum tidak menyerahkan kepada beliau. Tinggal dalam dialog nanti ada tekanan yang lebih terinci, terukur. Makanya nanti sebelum pelaksanaan, kita adakan teknikal meeting dulu. Jangan seperti kemarin yang baru datang berbicara makanya simpang siur. Kita fokuskan pada persoalan yang harus diselesaikan pada tahun 2007. Anggap saja ini sebagai pintu awal ketika ketemu walikota, selanjutnya kita upayakan kontuinitas pertemuan dengan walikota untuk mendesakkan atau mempengaruhi kebijakan. Selain itu kita lakukan monitoring atas pernyataan-pernyatan walikota yang bisa kita tagih sewaktu-waktu. sekretariat KPKB terimakasih

Thursday, February 1, 2007

untuk siapa?

blog ini di dedikasikan kepada kawan-kawan KPKB yang tidak pernah pupus dalam memperjuangkan pendidikan di kota bandung. berharap bisa bermanfaat dan sangat berguna bagi rakyat, rakyat dan rakyat. kirim, tulisan; opini, artikel, foto dan lainnya. kepada Yth, koalisipendidikan_bandung@yahoo.com thanks